Diawali dari jatuhnya harga rempah yang membuat keuangan VOC menurun pada tahun 1738. VOC dihadapkan dengan keunggulan penjualan komoditas kopi oleh East Indie Company milik Inggris. Dilain sisi, jumlah imigran Tionghoa di Batavia semakin meningkat. Hal tersebut mendorong Gubernur Jenderal Batavia yaitu Adriaan Valckenier untuk membuat peraturan baru. Peraturan tersebut menguntungkan untuk pihak VOC. Namun, tidak bagi penduduk Tionghoa.
Starting from the fall of spice prices which made the VOC's finances decline in 1738. The VOC was confronted with the superiority of coffee commodity sales by the British-owned East Indie Company. On the other hand, the number of Chinese immigrants in Batavia is increasing. This prompted the Governor-General of Batavia, Adriaan Valckenier, to make new regulations. The regulation is beneficial for the VOC. However, not for the Chinese population.
Trailer Tragedi Angke Batavia 1740
Valckenier menetapkan Permissie Brief atau ijin tinggal bagi penduduk Tionghoa untuk membayar 2 ringgit per kepala. Namun, sebuah skandal besar terbongkar oleh pihak Belanda yaitu penjualan gelap Permissie Brief oleh pegawai Belanda ke perkebunan Tionghoa pada tahun 1740. Raad van Indie atau Dewan Hindia memerintahkan merazia dan menahan orang Tionghoa yang mencurigakan. Mereka bahkan akan diancam untuk dibuang ke Sri Lanka. Isu tersebut mendorong terbentuknya pemberontakan oleh pihak Tionghoa. Mereka berkumpul dan membentuk pasukan yang dipimpin Khe (Que) Panjang atau Kapitan Sepanjang.
Valckenier set a Permissie Brief or residence permit for Chinese residents to pay 2 ringgit per head. However, a major scandal was uncovered by the Dutch namely the illegal sale of the Permissie Brief by Dutch officials to Chinese plantations in 1740. Raad van Indie or the Indies Council ordered raids and detained suspicious Chinese. They will even be threatened to be banished to Sri Lanka. These issues led to the formation of a rebellion by the Chinese. They gathered and formed an army led by Khe (Que) Panjang or Kapitan Sepanjang.
Cutscene I Tragedi Angke Batavia 1740
Situasi tersebut semakin memburuk hingga akhirnya pasukan Tionghoa menyerang VOC dan menewaskan 16 serdadu pada 7 Oktober 1740. VOC mengambil tindakan untuk “membersihkan” etnis Tionghoa dari kota Batavia. Hingga pada akhirnya, terjadi pembantaian besar-besaran yang menewaskan hingga 10.000 korban jiwa dan mayatnya dibuang di Kali Besar. Tragedi tersebut hingga membuat sungai menjadi warna merah oleh darah dan orang Tionghoa menyebutnya dengan Ang Kee atau sungai Merah.
Cutscene II Tragedi Angke Batavia 1740
The situation worsened until finally Chinese forces attacked the VOC and killed 16 soldiers on October 7, 1740. The VOC took action to "cleanse" the ethnic Chinese from the city of Batavia. In the end, there was a massacre that killed up to 10,000 people and their bodies were dumped in Kali Besar. The tragedy made the river red with blood and the Chinese called it Ang Kee or the Red river.
Supervised by Aldrian Agusta, M.Ds.
